Contoh
Kasus Syiah di Sampang Madura,Negara Mengabaikan Prinsip Hak Asasi Manusia
Oleh: Supriadi Purba
Kekerasan yang berulang di Kabupaten
Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur, menunjukkan negara gagal melindungi warganya
sendiri. Akibat pemahaman tidak utuh, agama mudah dimanipulasi untuk berbagai
kepentingan.Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan
Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr menilai, kekerasan berlatar
agama yang terus berulang terjadi akibat agama tidak dipahami secara utuh dalam
konteks sosial politik dan budaya zaman. Agama selalu dikaitkan dengan
kebenaran absolut. Akibatnya, agama mudah dimanipulasi kepentingan politik
jangka pendek. Di Sampang, konflik awalnya bisa disebabkan faktor pribadi dan
masalah ekonomi serta politik lokal. Namun, akibat tafsir agama tunggal dan
negara yang seharusnya menjadi penjaga konstitusi gagal berperan, kondisi
semakin buruk (Kompas.com Selasa, 28 Agustus 2012).
Apa yang terjadi di Sampang Madura terhadap
kaum Syiah adalah bukti negara kembali mengabaikan prinsip hak asasi manusia
(HAM). Hal ini terlihat ketika ada yang menjadi korban yang meninggal jiwa,
luka-luka serta rumah warga dibakar oleh sekelompok masyarakat. Pertikaian
komunal di Sampang Madura adalah bentuk bagaimana sekelompok mayoritas
melakukan tindakan di luar nalar kemanusiaan, hanya karena faktor satu kelompok
masyarakat tidak berkeyakinan layaknya mereka.
Diperkuat dengan bukan kali pertama
perisitiwa serupa terjadi, beberapa bulan yang lalu peristiwa pembakaran rumah
terhadap kaum Syiah juga terjadi. Hal inilah menjadi sebuah tanda tanya besar
bagi Pemerintah terkhusus kepada pihak berwenang dalam hal ini kepolisian yang
seharusnya memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat. Tetapi seiring
dengan adanya korban jiwa dan korban luka menunjukkan bahwa ada terjadi
pembiaran yang sistematis. Pembiaran yang sangat diluar prosedural, dimana
peran kepolisian tidak optimal bukan karena tidak tahu, tetapi sepertinya
karena faktor kesengajaan.
Jadi kalaupun banyak kabar yang beredar
seputar kasus di Sampang Madura, hal yang harus disorot adalah kaitan telah
terjadi Intoleransi dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengakibatkan
hilangnya nyawa. Karena kasus ini meninggalkan bekas yang dalam bagi korban
yang kesemuanya adalah kaum Syiah, kecuali tadi banyak kelompok masyarakat
didalamnya, mungkin alasan beberapa pihak yang mengatakan bahwa kasus Sampang
disebabkan oleh persoalan asmara atau keluarga atau lainnya.
Masyarakat juga harus memahami dan
melihat benar bahwa peristiwa ini telah membuat masyarakat Syiah Sampang
Madura, mengungsi dan kehilangan tempat tinggal. Bahkan perhatian pemerintah
yang datangpun sepertinya akibat terjebak dengan sudah terlalu besar peristiwa
itu, andai masih peristiwanya seperti beberapa bulan yang lalu maka pemerintah
tidak akan ambilpusing terutama pemerintah pusat yakni Presiden SBY.
Bahkan respons Presiden SBY yang menyatakan
bahwa intelijen lemah melakukan deteksi, hanya untuk menyelamatkan citra
dirinya di mata internasional, bukan pembelaan terhadap korban penyerangan,
kata Hendardi melalui siaran pers di Jakarta, Selasa. Menurut dia, cara seperti
itu adalah lalim karena semata-mata demi dirinya sendiri yang tidak mau
kehilangan muka. Respon reaktif bukan untuk memperbaiki kinerja menjamin
kebebasan warga, tapi hanya untuk merawat paras dirinya.
Bahasa pura-pura SBY tersebut
menunjukkan akibat peristiwa penyerangan sekaligus bentrokan tersebut telah
menjerat namanya sebagai kepala negara yang tidak becus mengurus persoalan
seperti Intoleransi di Indonesia. Presiden SBY sudah membaca bahwa reaksi
lembaga dan elemen lain serta Internasionala akan mengarah kepadanya, maka dia
membentuk sebuah kekawatiran yang tidak seperti biasanya ketika terjadi
peristiwa yang serupa.
Untuk kemudian mengacu pada pengembalian
hak-hak masyarakat sipil dalam hal ini kaum Syiah maka presiden ditantang untuk
bertindak tegas. Tidak memberikan kekawatiran terhadap masyarakat, lakukan
pengamanan terhadap masyarakat dan libatkan semua elemen yang berweweanag untuk
mempercepat rekonsiliasi. Pemerintah harus menjamin peristiwa ini tidak
berkepanjangan, tindak tegas pelaku dibelakangnya. Kalau itu harus melibatkan
pemerintah daerah sekalipun, kenapa tidak mereka semua ditindak sesuai Hukum
yang berlaku.
Ketegasan inilah sekarang yang ditunggu oleh
masyarakat khususnya masyarakat korban yang sedang berada di pengungsian dan
tempat-tempat perlindungan lainnya. Persoalan Syiah Sampang Madura sekarang
bukan lagi hanya persoalan masyarakat Jawa Timur tetapi sudah menjadi persoalan
berbangsa dan bernegara dan bahkan sudah masukke ranah Internasional. Bahkan
lembaga bukan Pemerintah diantaranya beberapa elemen di Indonesia akan
melaporkan peristiwa ini ke Dewan HAM PBB, sehingga pada sidang Universal
Periodic Review (UPR) September bulan depan, Indonesia pasti akan dicecar
kembali. Bersiap-siaplah Pemerintah untuk memberikan jawaban dan keterangan
atas setiap kasus intoleransi dan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.