alam seminggu terakhir ini, sejumlah media mengekspose berita adanya kenaikan harga sembako di beberapa daerah di Jawa dan Sumatra mengalami kenaikan sekitar 3 sampai 10 persen. Kenaikan ini rata-rata akan bertahan sampai masa Lebaran. Meskipun persentase kenaikannya paling tinggi sampai 10 persen, persoalan ini akan menjadi beban tersendiri bagi masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. Beberapa kalangan menyebut bahwa kenaikan harga menjelang ramadhan adalah hal yang wajar karena meningkatnya permintaan masyarakat. Karena dianggap wajar, setiap tahun, kenaikan sembako menjelang ramadhan sampai saat ini kurang direspons tegas oleh pemerintah dengan regulasi yang meyakinkan, misalnya,”Ramadhan tahun ini, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang penurunan harga sembako dengan syarat tidak membebankan produsen dan konsumen.” Mengapa regulasi semacam ini tidak muncul ketika Ramadhan tiba? Benarkah kenaikan harga memang karena adanya peningkatan permintaan masyarakat akan sembako? Atauhkah kenaikan harga ini hanyalah rekayasa para pebisnis atau pengusaha yang ingin mendapatkan untung berlipat dengan memanfaatkan momen bulan Ramadhan? wallâhu a‘lam.
Namun sebagai muslim, tentu kita berharap setiap ramadhan tiba harus dibarengi juga dengan ketenangan ruhani. Sejatinya, setiap ramadhan tiba, setiap muslim tidak terbebani oleh hal-hal yang bisa menyurutkan niatnya untuk tidak berpuasa. Apalagi karena alasan daya beli yang kurang terhadap bahan-bahan pokok untuk berbuka puasa dan sahur. Bukankah, bulan ramadhan adalah momen yang tepat untuk menghemat segala kebutuhan? Kita makan hanya dua kali dalam sehari. Tapi entah kenapa justru banyak juga yang menduga kebutuhan pokok untuk ramadhan akan berlipat sehingga terjadilah kenaikan harga.
Dalam berita yang diturunkan Antara News (5 Agutus 2010). Disebutkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) meminta agar sejumlah pihak memantau pergerakan harga bahan pokok di pasar-pasar. SBY berharap harga bahan kebutuhan pokok selama Ramadhan harus dalam batas sewajarnya. Hal ini dilakukan salah satunya untuk mengurangi beban beran kaum miskin.
Menurut data yang dikeluarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk yang berhasil keluar dari garis kemiskinan mencapai 14,7 juta orang. Namun, mereka yang telah berada di atas garis batas kemiskinan jatuh kembali ke bawah garis batas kemiskinan yakni 13,2 juta orang.
Angka kemiskinan ini memang seyogyanya setiap tahun harus mengalami penurunan. Karena penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim, konsekuensi logisnya, angka kemiskinan tersebut merujuk pada kaum fakir miskin yang muslim juga. Mereka tentu berharap tahun ini bisa menuaikan puasanya dengan tenang, tanpa banyak pikiran soal kenaikan harga. Maka, seyogyanya, umat muslim yang lebih mampu bisa mengangkat derajat mereka dengan zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah, puasa tahun ini puasa penuh berkah, kesucian, kedamaian, dan kesejahteraan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar